Big Five Personality merupakan pendekatan dalam psikologi kepribadian
yang mengelompokan trait kepribadian
dengan analisis faktor. Tokoh pelopornya adalah Allport dan Cattel (Rumah
Belajar Psikologi, 2010).
Menurut Eysenck ( dalam alwisol, 2004 ) faktor-faktor big
five personality mencakup:
a. Extroversion (keterbukaan terhadap lingkungan sosial
dan fisik)
Merujuk pada
kecenderungan orang untuk bersosialisasi, asertif, suka berteman dan berbicara
dan aktif. Orang yang memiliki tingkat ekstroversion tinggi cenderung senang
berbicara dan berinteraksi dengan rekan kerja, dan mereka mencari pekerjaan
yang memiliki interaksi sosial yang tinggi.
b. Emotional stability (stabilitas
emosional)
Kecenderungan
seseorang mengalami keadaan emosi yang positif seperti merasa aman secara
psikologis, tenang, dan santai. Di pihak lain, kecemasan, depresi, kemarahan,
dan rasa malu merupakan karakteristik dari stabilitas emosional yang rendah.
Individu dengan stabilitas emosional yang rendah lebih mungkin untuk mengalami
stress yang berhubungan dengan pekerjaan.
c. Agreeableness (kesetujuan)
Bersikap hormat,
memberi maaf, toleran, percaya, dan berhati lunak merupakan sikap yang
dihubungkan dengan agreeableness. Karyawan yang digambarkan sebagai
seseorang yang mudah setuju dengan orang lain adalah orang yang memilikiagreeableness yang
tinggi. Menurut Horovitz (dalam Ivancevich, dkk, 2006)agreeableness merupakan suatu
dimensi yang dapat menjadikan seseorang sebagai anggota tim yang efektif dan
dapat memperoleh prestasi pada pekerjaan di mana mengembangkan dan
mempertahankan hubungan interpersonal yang baik yangmerupakan hal yang penting. Individu yang
renda dalam agreeableness sering kali digambarkan sebagai seseorang yang kasar,
dingin, tidak peduli, tidak simpatik dan antagonis.
d. Conscientiousness (pengaturan diri)
Ditunjukkan oleh
mereka yang digambarkan sebagai seseorang yang dapat diandalkan, terorganisir,
menyeluruh, dan bertanggung jawab. Individu yang memiliki tingkatconscientiousness yang
tinggi cenderung tekun, bekerja keras, dan senang mencapai dan menyelesaikan
berbagai hal. Karyawan yang rendah dalam hal conscientiousnessjorok,
ceroboh, tidak efisien, dan bahkan malas. Sedangkan karyawan yang memiliki
tingkat conscientiousness yang tinggi berkinerja lebih baik di
beragam pekerjaan.
e. Openness to experience (keterbukaan terhadap
pengalaman)
Merefleksikan sejauh
mana seorang individu memiliki minat yang luas dan bersedia mengambil resiko.
Sikap spesifik yang dicakupnya ialah rasa ingin tahu, pemikiran terbuka,
kreativitas, imajinasi dan inteligensi. Orang yang memiliki tingkat openness
to experience yang tinggi cenderung berhasil dalam pekerjaan di mana
perubahan terjadi secara terus-menerus dan inovasi merupakan hal yang penting.
Sedangkan, orang yang memiliki tingkat openness to experience yang
rendah cenderung tidak imajinatif, konvensional, dan terikat kebiasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar