A.
Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini
dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam
Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001).
- Robert
Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current
scientific opinions by comparison to proven past views, but such
aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual
scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan
kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat
demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang
ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
- Lewis
White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods
of scientific thinking and tries to determine the value and significance
of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
- A.
Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic
study of the nature of science, especially of its methods, its concepts
and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual
discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah
sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.)
- Michael
V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the
relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”.
(Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan
hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode
ilmiah.)
- May
Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically
neutral analysis, description, and clarifications of science.”
(Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan
mengenai landasan – landasan ilmu.
- Peter
Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to
do for science what philosophy in general does for the whole of human
experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it
constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds
for belief and action; on the other, it examines critically everything
that may be offered as a ground for belief or action, including its own
theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi
ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman
manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun
teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai
landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu
landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri,
dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
- Stephen
R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first,
to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry
observational procedures, patens of argument, methods of representation
and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to
veluate the grounds of their validity from the points of view of formal
logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang
ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan,
pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya
menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan
logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa
filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu,
seperti :
- Obyek
apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang
membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
- Bagaimana
proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan
pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran
itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
- Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)
B.
Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat.
Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi
filsafat secara keseluruhan, yakni :
- Sebagai
alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
- Mempertahankan,
menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat
lainnya.
- Memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
- Memberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
- Menjadi
sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu
adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan
teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori
ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua
fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan
relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation
yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara
sederhana.
C.Substansi Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001)
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1)
fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika
inferensi.
1.Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam,
bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
- Positivistik
berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang
sensual satu dengan sensual lainnya.
- Fenomenologik
memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama,
menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide
dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian
antara fenomena dengan sistem nilai.
- Rasionalistik
menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan
skema rasional, dan
- Realisme-metafisik
berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri
dengan obyektif.
- Pragmatisme
memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan
tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa,
fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan
praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta
obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta
obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan
teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah
tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan
kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan
kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu
koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982).
Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu :
kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran
pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu
teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau
keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang
lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun
nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran
transendental.
b.Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang
terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan
dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan
fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya
spesifik
c.Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan
aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang
teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan
aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang
spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e.Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep
kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif.
Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika
Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu
proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak
dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan
perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi,
analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada
korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan
struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi
atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan
produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat
ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi
absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah
dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan
postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk
mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif,
ataupun reflektif.
4.Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir
abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik
menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel
menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada
Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral
yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus
atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran
koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena
Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema
moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik
rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan
menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden.
(Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan
bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan
tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara
garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan
logika deduksi.
D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat
ilmu, diantaranya:
- Filsafat
ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta
ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
- Filsafat
teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means.
Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan
ide manusia.
- Filsafat
seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai
salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk
alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria:
nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren
dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional,
efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi,
tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak
merusak lingkungan.
Daftar
Pustaka
Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah
Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu
Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung: PPS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik
Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta :
MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992),
Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas
Sastra Unpad Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar